Perkembangan
kependudukan di Daerah rstimewa Yogyakarta selama
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) menunjukkan makin menurunnya laju pertumbuhan penduduk dari 1,10
persen per tahun dalam periode 1971-1980 menjadi 0,57 persen per tahun
dalam periode 1980-1990. Dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk di
wilayah Jawa Bali dan di tingkat nasional yang masing-masing sebesar 1,65
persen per tahun dan 1,97 persen per tahun dalam periode 1980-1990, laju
pertumbuhan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk cukup rendah.
Dalam PJP
pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta telah meningkat dengan cukup berarti.
Pada tahun 1990 produk domestik regional bruto (PDRB) nonmigas Daerah Istimewa
Yogyakarta atas dasar harga konstan tahun 1983 adalah sebesar Rp1.081.175 juta.
Jika dilihat dari pangsa sumbangan sektoral
terhadap pembentukan PDRB nonmigas, sektor pertanian memberikan sumbangan
tertinggi, (27,2 persen), diikuti oleh
sektor perdagangan, hotel dan restoran (20,5 persen), dan sektor
perumahan (13,8 persen).
Dalam
periode 1983-1990 laju pertumbuhan PDRB nonmigas tercatat sebesar 5,10 persen
per tahun. Sektor yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi adalah sektor
listrik, gas, dan air minum (16,0 persen), sektor bank dan lembaga keuangan
lainnya (8,8 persen), serta sektor pertambangan (8,6 persen).
PDRB
nonmigas per kapita pada tahun 1990 atas dasar harga konstan tahun 1983 mencapai
Rp371 ribu. Dibandingkan dengan angka tahun 1983 yang besarnya Rp269 ribu,
terjadi peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,4 persen per
tahun.
Laju
pertumbuhan perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta yang cukup pesat tersebut
didukung oleh laju pertumbuhan ekspor nonmigas rata-rata sebesar 19,23 persen
per tahun antara tahun 1987 dan 1992 dengan
komoditas andalan tekstil, kulit, kayu, rotan, dan barang kerajinan.
Pembangunan
di bidang kesejahteraan sosial telah menghasilkan tingkat kesejahteraan sosial
yang lebih baik yang ditunjukkan oleh berbagai indikator. Jumlah penduduk melek
huruf meningkat dari 54,51 persen pada tahun
1971 menjadi 79,88 persen pada tahun 1990, angka kematian bayi per
seribu kelahiran hidup turun dari 93 pada tahun 1971 menjadi 39 pada tahun
1990. Demikian pula, usia harapan hidup penduduk meningkat dari 57,4 tahun pada
tahun 1971 menjadi 67,3 tahun pada tahun 1990.
Peningkatan kesejahteraan tersebut didukung oleh peningkatan pelayanan
kesehatan yang makin merata dan makin luas jangkauannya. Pada tahun 1990 telah
ada 18 unit rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 3.225 buah, dan pusat
kesehatan masyarakat (puskesmas) serta puskesmas pembantu sebanyak 345 unit
dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan 9,2 kilometer persegi
dengan penduduk yang dilayani sebanyak 8.442 orang per puskesmas termasuk puskesmas pembantu. Keadaan ini jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan keadaan tahun 1972, dengan jumlah puskesmas baru mencapai
52 unit dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan 61,3 kilometer persegi dan
penduduk yang dilayani sebanyak 48.401 orang per puskesmas.
Tingkat pendidikan rata-rata penduduk Daerah
Istimewa Yogyakarta telah menunjukkan kemajuan yang berarti, seperti diperlihatkan oleh angka partisipasi kasar sekolah
dasar (SD), yang pada tahun 1992
telah mencapai 112,2 persen, dibandingkan tahun 1972 yang baru mencapai.86,0
persen. Angka partisipasi tahun 1992 tersebut lebih tinggi daripada tingkat
nasional, yaitu sebesar rata-rata 107,5
persen. Tingkat partisipasi pendidikan ini didukung oleh ketersediaan sekolah yang makin meningkat.
Pada tahun 1992 telah ada 2.336 unit
SD yang berarti telah meningkat dibandingkan dengan tahun 1972 yang baru
berjumlah 1.434 unit. Peningkatan jumlah SD dan murid didukung oleh jumlah guru
yang makin meningkat. Pada tahun 1992 tercatat 22.458 orang guru SD dan setiap
guru SD melayani 17 murid.
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat
tercermin pula dari makin berkurangnya jumlah penduduk miskin. Pada tahun 1990,
penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 437.210 orang atau kurang lebih 15,5 persen dari seluruh penduduk. Pada tahun 1984, penduduk miskin masih berjumlah
845.980 orang atau kurang lebih 30,1 persen dari jumlah penduduk.
Pembangunan
Daerah Istimewa Yogyakarta didukung oleh pembangunan prasarana yang
dilaksanakan, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah tingkat
I dan tingkat II. Di bidang prasarana transportasi sampai dengan tahun 1992
telah dibangun dan ditingkatkan berbagai prasarana transportasi darat meliputi
jalan kereta api dan jaringan jalan yang mencapai 4.164 kilometer. Ketersediaan
jaringan jalan telah makin baik, seperti terlihat pada tingkat kepadatan yang
mencapai rata-rata 3.198,8 kilometer per
1.000 kilometer persegi. Ketersediaan prasarana transportasi lainnya yang mendukung pembangunan daerah seperti
prasarana transportasi udara juga telah meningkat. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki satu bandar udara
(bandara), yaitu Bandar Udara Adi Sucipto di Maguwo sebagai bandar udara
utama yang berfungsi sebagai pintu gerbang Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain
itu, prasarana transportasi antar-wilayah yang telah dikembangkan selama PJP
I, antara lain jalan lintas propinsi dan jalur kereta api, telah meningkatkan
keterkaitan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan propinsi lain di Jawa.
Di bidang pengairan, telah ada peningkatan
prasarana pengairan, seperti bendung dan jaringan irigasi. Pada tahun 1993 jaringan irigasi yang ada telah mengairi sawah
seluas kurang lebih 67.000 hektare sehingga membantu peningkatan dan
menunjang produksi pertanian sampai mencapai swasembada beras.
Penyediaan
prasarana ketenagalistrikan di propinsi ini dilayani
oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta secara sistem interkoneksi dengan propinsi se-Jawa-Bali,
yang sampai tahun 1991, bersama dengan Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur,
telah menghasilkan daya terpasang sebesar 1.316,4 megawatt.
Investasi yang
dilakukan oleh pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta
melalui anggaran pembangunan yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara (APBN) menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Alokasi
anggaran pembangunan yang berupa dana bantuan pembangunan daerah (Inpres) dan dana sektoral melalui daftar isian
proyek (DIP) dalam Repelita IV dan V masing-masing berjumlah Rp281,1
miliar dan Rpl.108,7 miliar.
Pendapatan asli daerah (PAD) juga menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, dengan
rata-rata pertumbuhan selama Repelita V kurang lebih 11,5 persen per
tahun. Dalam masa itu, PAD
Investasi swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta cukup besar dan menunjukkan peningkatan.
Gejala tersebut terlihat dari jumlah proyek baru penanaman modal dalam
negeri (PMDN) yang disetujui Pemerintah
dalam masa empat tahun Repelita V, yaitu 54 proyek penanaman modal dalam
negeri (PMDN) dengan nilai Rp638,4 miliar
dan 8 proyek baru penanaman modal asing (PMA) dengan nilai US$110,8
juta.
Rencana tata ruang wilayah (RTRW) propinsi daerah tingkat I yang berupa rencana struktur tata ruang propinsi (RSTRP) dan RTRW
kabupaten/kotamadya daerah tingkat II yang berupa rencana umum tata ruang
kabupaten (RUTRK) telah selesai disusun, dan telah ditetapkan sebagai peraturan
daerah.
Analisa:
Menurunnya laju
pertumbuhan penduduk di D.I.Y membuat meningkatnya kesejahtraan rakyat, itu
tercermin dari semakin berkurangnya
rakyat miskin dan juga membuat Pembangunan di bidang kesejahteraan
sosial meningkat. Kesejahteraan sosial meningkat maka akan menghasilkan manusia
manusia yang berkualitas dan bisa membangun derahnya jadi lebih maju, tentu
juga dengan bantuan pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah tingkat I
dan tingkat II yang bisa membangun prasarana dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar