Senin, 22 April 2013

Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam PJP



Perkembangan kependudukan di Daerah rstimewa Yogyakarta selama Pembangunan Jangka Panjang (PJP)  menunjukkan makin menurunnya laju pertumbuhan penduduk dari 1,10 persen per tahun dalam periode 1971-1980 menjadi 0,57 persen per tahun dalam periode 1980-1990. Dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk di wilayah Jawa Bali dan di tingkat nasional yang masing-masing sebesar 1,65 persen per tahun dan 1,97 persen per tahun dalam periode 1980-1990, laju pertumbuhan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk cukup rendah.

Dalam PJP  pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta telah meningkat dengan cukup berarti. Pada tahun 1990 produk domestik regional bruto (PDRB) nonmigas Daerah Istimewa Yogyakarta atas dasar harga konstan tahun 1983 adalah sebesar Rp1.081.175 juta.
Jika dilihat dari pangsa sumbangan sektoral terhadap pembentukan PDRB nonmigas, sektor pertanian memberikan sumbangan terting­gi, (27,2 persen), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan res­toran (20,5 persen), dan sektor perumahan (13,8 persen).

Dalam periode 1983-1990 laju pertumbuhan PDRB nonmigas tercatat sebesar 5,10 persen per tahun. Sektor yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi adalah sektor listrik, gas, dan air minum (16,0 persen), sektor bank dan lembaga keuangan lainnya (8,8 persen), serta sektor pertambangan (8,6 persen).

PDRB nonmigas per kapita pada tahun 1990 atas dasar harga konstan tahun 1983 mencapai Rp371 ribu. Dibandingkan dengan angka tahun 1983 yang besarnya Rp269 ribu, terjadi peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,4 persen per tahun.

Laju pertumbuhan perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta yang cukup pesat tersebut didukung oleh laju pertumbuhan ekspor nonmigas rata-rata sebesar 19,23 persen per tahun antara tahun 1987 dan 1992 dengan komoditas andalan tekstil, kulit, kayu, rotan, dan barang kerajinan.

Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial telah menghasil­kan tingkat kesejahteraan sosial yang lebih baik yang ditunjukkan oleh berbagai indikator. Jumlah penduduk melek huruf meningkat dari 54,51 persen pada tahun 1971 menjadi 79,88 persen pada tahun 1990, angka kematian bayi per seribu kelahiran hidup turun dari 93 pada tahun 1971 menjadi 39 pada tahun 1990. Demikian pula, usia harapan hidup penduduk meningkat dari 57,4 tahun pada tahun 1971 menjadi 67,3 tahun pada tahun 1990.

Peningkatan kesejahteraan tersebut didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan yang makin merata dan makin luas jang­kauannya. Pada tahun 1990 telah ada 18 unit rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 3.225 buah, dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) serta puskesmas pembantu sebanyak 345 unit dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan 9,2 kilometer persegi
  dengan penduduk yang dilayani sebanyak 8.442 orang per puskes­mas termasuk puskesmas pembantu. Keadaan ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan tahun 1972, dengan jumlah puskesmas baru mencapai 52 unit dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan 61,3 kilometer persegi dan penduduk yang dila­yani sebanyak 48.401 orang per puskesmas.

Tingkat pendidikan rata-rata penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta telah menunjukkan kemajuan yang berarti, seperti diperlihatkan oleh angka partisipasi kasar sekolah dasar (SD), yang pada tahun 1992 telah mencapai 112,2 persen, dibandingkan tahun 1972 yang baru mencapai.86,0 persen. Angka partisipasi tahun 1992 tersebut lebih tinggi daripada tingkat nasional, yaitu sebesar rata-rata 107,5 persen. Tingkat partisipasi pendidikan ini didukung oleh ketersediaan sekolah yang makin meningkat. Pada tahun 1992 telah ada 2.336 unit SD yang berarti telah meningkat dibandingkan dengan tahun 1972 yang baru berjumlah 1.434 unit. Peningkatan jumlah SD dan murid didukung oleh jumlah guru yang makin meningkat. Pada tahun 1992 tercatat 22.458 orang guru SD dan setiap guru SD melayani 17 murid.

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat tercermin pula dari makin berkurangnya jumlah penduduk miskin. Pada tahun 1990, penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 437.210 orang atau kurang lebih 15,5 persen dari seluruh pendu­duk. Pada tahun 1984, penduduk miskin masih berjumlah 845.980 orang atau kurang lebih 30,1 persen dari jumlah penduduk.

Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta didukung oleh pembangunan prasarana yang dilaksanakan, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II. Di bidang prasarana transportasi sampai dengan tahun 1992 telah dibangun dan ditingkatkan berbagai prasarana transportasi darat meliputi jalan kereta api dan jaringan jalan yang mencapai 4.164 kilometer. Ketersediaan jaringan jalan telah makin baik, seperti terlihat pada tingkat kepadatan yang mencapai rata-rata 3.198,8 kilometer per 1.000 kilometer persegi. Ketersediaan prasarana transportasi lainnya yang mendukung pembangunan daerah seperti prasarana transportasi udara juga telah meningkat. Daerah Istime­wa Yogyakarta memiliki satu bandar udara (bandara), yaitu Bandar Udara Adi Sucipto di Maguwo sebagai bandar udara utama yang berfungsi sebagai pintu gerbang Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, prasarana transportasi antar-wilayah yang telah dikem­bangkan selama PJP I, antara lain jalan lintas propinsi dan jalur kereta api, telah meningkatkan keterkaitan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan propinsi lain di Jawa.
 Di bidang pengairan, telah ada peningkatan prasarana pengairan, seperti bendung dan jaringan irigasi. Pada tahun 1993 jaringan irigasi yang ada telah mengairi sawah seluas kurang lebih 67.000 hektare sehingga membantu peningkatan dan menunjang produksi pertanian sampai mencapai swasembada beras.
  
Penyediaan prasarana ketenagalistrikan di propinsi ini dilayani oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta secara sistem interkoneksi dengan propinsi se-Jawa-Bali, yang sampai tahun 1991, bersama dengan Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, telah menghasilkan daya terpasang sebesar 1.316,4 megawatt.

Investasi yang dilakukan oleh pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta melalui anggaran pembangunan yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Alokasi anggaran pembangunan yang berupa dana bantuan pembangunan daerah (Inpres) dan dana sektoral melalui daftar isian proyek (DIP) dalam Repelita IV dan V masing-masing berjumlah Rp281,1 miliar dan Rpl.108,7 miliar.

Pendapatan asli daerah (PAD) juga menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, dengan rata-rata pertumbuhan selama Repelita V kurang lebih 11,5 persen per tahun. Dalam masa itu, PAD
Daerah Istimewa Yogyakarta telah meningkat dari Rp 11,4 miliar pada tahun 1989/90 menjadi Rp17,6 miliar pada tahun 1993/94. Peningkatan yang cukup berarti dari PAD dan bantuan pembangunan daerah dari tahun ke tahun mempengaruhi pula peningkatan belanja pembangunan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tingkat I Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun pertama Repelita V belanja pembangunan daerah berjumlah Rp22,3 miliar dan pada tahun terakhir Repelita V telah meningkat menjadi Rp25,4 miliar. Bagian terbesar dari belanja pembangunan digunakan untuk sektor perhubungan dan pariwisata.
  
Investasi swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta cukup besar dan menunjukkan peningkatan. Gejala tersebut terlihat dari jumlah proyek baru penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang disetujui Pemerintah dalam masa empat tahun Repelita V, yaitu 54 proyek penanaman modal dalam negeri (PMDN) dengan nilai Rp638,4 miliar dan 8 proyek baru penanaman modal asing (PMA) dengan nilai US$110,8 juta.
  
Rencana tata ruang wilayah (RTRW) propinsi daerah tingkat I yang berupa rencana struktur tata ruang propinsi (RSTRP) dan RTRW kabupaten/kotamadya daerah tingkat II yang berupa rencana umum tata ruang kabupaten (RUTRK) telah selesai disusun, dan telah ditetapkan sebagai peraturan daerah.


Analisa:
Menurunnya laju pertumbuhan penduduk di D.I.Y membuat meningkatnya kesejahtraan rakyat, itu tercermin dari semakin berkurangnya  rakyat miskin dan juga membuat Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial meningkat. Kesejahteraan sosial meningkat maka akan menghasilkan manusia manusia yang berkualitas dan bisa membangun derahnya jadi lebih maju, tentu juga dengan bantuan pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II yang bisa membangun prasarana dengan baik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar